Bagaimana kabar hari ini? Sehat? Sakit? Bahagia? Sedih? Bete? Baper? Laper? Apapun masalahnya, lebih baik ikuti petualangan saya kali ini menjelajah lereng Gunung Ungaran bagian Temanggung ☺
Curug Onje
Sebuah air terjun yang terletak di Desa Durenan, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung. Bisa dicapai melalui jalur Ambarawa-Temanggung, atau via Gunung Pati-Boja-Temanggung. Saya memilih jalur yang terakhir, via Gunung Pati karena saya janjian dengan teman yang rumahnya Semarang. Kasihan kalau harus menjemput saya dulu ke Salatiga, baru ke Temanggung, karena letaknya berbatasan dengan Boja. Jadi saya pikir lebih cepat lewat jalur kedua via Gn. Pati-Boja.
Perjalanan dimulai pukul 11 siang. Cukup siang untuk berangkat ke air terjun yang belum diketahui pasti lokasinya, apalagi di musim hujan. Takut kesorean, atau takut banjir pas di air terjun. Tapi itu tidak menyurutkan antusias kami untuk mendatangi lokasi (kelihatannya antusias saya tog deh, bukan kami, karena saya merasa teman saya ikut antusias gara-gara saya antusias, hahahahahha).
Sekitar pukul 11.45 kami sudah memasuki kawasan Temanggung. Berbekal petunjuk dari google map, kami melanjutkan perjalanan sesuai arahan si peta dari google. Jalan berkelok, berbukit, berbatu, berkerikil, berlubang kami tempuh. Cukup panjang kami tempuh jalan yang rusak tersebut, sampai akhirnya kami sampai di titik terakhir yang ditunjuk si peta. Tapi kenyataan berkata lain.. jalan aspalnya habis, mentok di persawahan. Lhoooo... Kebingungan, kami mencoba bertanya pada penduduk yang kebetulan melintas dari sawah. Mereka bilang memang bisa ke Onje lewat jalur kami ini, tapi harus jalan kaki yang cukup jauuuuhh, dan mereka menyarankan kami berputar arah.
Kami pun menuruti saran mereka berputar arah. Kami berjalan cukup jauh dari titik kami berputar tadi, dan kembali bertanya pada serombongan pemuda yang baru selesai dari gereja. Mereka kaget karena kami bisa mengetahui keberadaan Curug Onje yang notabene menurut mereka masih sangat terpelosok dan belum banyak dikenal publik. Kami jelaskan bahwa kami menemukan infonya dari sebuah web di internet. Setelah mendengar jawaban saya, mereka menggambarkan sebuah peta sederhana (yang mereka gambar dengan sedikit kebingungan). Berbekal peta tersebut, perjalanan kami mencari si Onje pun berlanjut.
![]() |
| Peta yang lebih akurat daripada google map |
Setelah beberapa kali bertanya, kami akhirnya sampai di Desa Durenan tempat si Onje berada. Kami kembali bertanya kepada penduduk sekitar tentang keberadaan si Onje tersebut. Setelah mendapatkan informasi, kami pun melanjutkan perjalanan sesuai arahan penduduk. Kami sampai di sebuah jalan tanah kecil, yang lebih mirip jalan ke ladang daripada jalan penduduk. Agak ragu dengan penampakannya, tapi kami tetap melalui jalan tersebut. Beberapa penduduk yang berpapasan dengan kami menyarankan untuk memarkir kendaraan di dekat tikungan jalan tanah yang menuju ke curug karena menurut mereka jalan ke sana licin, dan akan menjadi becek saat hujan yang akan menyulitkan kami saat kembali nanti. Tapi teman saya nekat membawa motornya melewati jalan itu. Dan memang agak susah dilalui kendaraan karena kondisi tanah yang lembek, dan akan jadi becek dan licin jika hujan turun, yang akan membuatnya sulit dilalui kendaraan.
![]() |
| Medan ke Onje |
Kami melihat beberapa motor diparkir sebelum mencapai tanah lembek tersebut. Agaknya mereka tidak mau mengambil resiko terjebak becek jika hujan benar-benar turun, mengingat memang sedang musim hujan. Namun, karena berpapasan dengan motor yang datang dari arah curug, teman saya tetap nekat membawa motornya sampai titik terakhir kami dapat motoran. Dan, akhirnya kami harus memarkir motor di kebun warga karena jalan menuju ke curug berubah menjadi jalan setapak.
Kami menyusuri jalan setapak kira-kira setengah jam perjalanan jauhnya. Hanya bertemu beberapa orang di awal menyusuri jalan setapak membuat saya sedikit was-was dan excited. Was-was karena berarti nanti hanya ada kami berdua di belantara hutan, dan excited karena memang saya lebih suka tempat yang masih asri dan belum banyak pengunjungnya.
Sepanjang perjalanan, benar-benar terasa suasana yang masih alami. Kadang sayup terdengar suara monyet dan burung hutan di kejauhan, membuat saya semakin antusias untuk segera sampai di curug. Sayup terdengar suara air mengalir. Dan tak lama, kami menemukan jalan bercabang. Kami memutuskan untuk mengambil jalan ke kiri, yang akhirnya membawa kami ke air terjun, yang ternyata bertingkat dua. Kemudia saya menyimpulkan bahwa jalan yang ke kanan tadi berarti menuju air terjun di atas. Kami memutuskan untuk bermain sebentar di air terjun bawah sebelum naik ke atas.
![]() |
| Curug Onje, 2 tingkat |
Aliran airnya tak begitu deras, tapi sungainya cukup lebar dengan dasar air berupa batu rata yang dan kedalaman air hanya sebatas mata kaki orang dewasa.
Tapi saya sangat takjub dengan itu semua, juga dinding batu tempat air turun dari atas yang memberikan kesan tersendiri. Kokoh, misterius, indah, penuh pesona.. entahlah.. pokoknya menarik lah. Tak bisa digambarkan dengan kata-kata.
![]() |
| Belum banyak pengunjung |
Tapi saya sangat takjub dengan itu semua, juga dinding batu tempat air turun dari atas yang memberikan kesan tersendiri. Kokoh, misterius, indah, penuh pesona.. entahlah.. pokoknya menarik lah. Tak bisa digambarkan dengan kata-kata.
Karena aliran air tidak begitu deras, dan air yang jatuh dari atas tebing juga tidak besar maka saya bisa bebas bermain di bawah guyuran air yang terjun bebas dari atas.
Setelah puas bermain di sisi bawah air terjun, saya dan teman saya memutuskan untuk beranjak ke air terjun di sisi atas. Tak beda jauh dengan air terjun di bawah, di sinipun tidak ada kolam tampungan jatuhnya air yang memungkinkan kita untuk berenang. Dasar air berbatu datar, dan kedalaman hanya sampai mata kaki orang dewasa, sama dengan kondisi dasar air sisi bawah air terjun. Hanya saja, lebar sungai di bagian atas tidak selebar dan seluas di sisi bawah.
Kami putuskan bermain-main sebentar di sini. Kekaguman saya terhadap air terjun di atas ini pun tak berbeda dengan kekaguman saya pada penampakan air terjun di bawah. Waooowww... dengan segala kekaguman saya. Meski debit air tak terlalu besar, tapi ada pesona tersendiri dari gugusan tebing tempat air mengalir. Pola berundak dari bebatuan dan bentuk aliran air yang melebar yang beda dari air terjun kebanyakan benar-benar membuat saya tak berhenti terkagum.
![]() |
| Bisa naik ke tengah, tapi hati-hati licin yaaa... |
Sebenarnya belum puas bermain air dan menikmati ciptaan Tuhan yang begitu luar biasa ini. Namun, mengingat hari sudah sore dan takut terjebak di hutan dalam keadaan hujan, teman saya mengajak saya untuk menyudahi petualangan kali ini. Dan, dengan berat hati kami beranjak meninggalkan air terjun atas ini, kembali ke air terjun bawah untuk mengambil barang bawaan yang memang senngaja kami tinggal di bawah karena takut mengganggu saat mendaki ke air terjun atas.
Sebenarnya, di bawah air terjun bawah masih ada satu lagi tingkat air terjun, hanya saja kami tak melihat adanya jalur menuju ke sana, mungkin tertutup longsor yang kami lihat tak jauh dari lokasi air terjun tengah tempat kami pertama kali sampai. Meski amat sangat takut ketinggian, saya mencoba mengintip dari atas kedalaman air terjun satu lagi (sebut saja air terjun ketiga) tersebut. Sambil dipegangi teman saya, saya mulai menilik ketinggiannya. Kelihatannya lebih tinggi dari kedua air terjun sebelumnya.
Karena tak menemukan jalan ke bawah, kami memutuskan segera pulang. Di tengah jalan kami berpapasan dengan penduduk yang pulang dari mencari kayu bakar. Setelah bertegur sapa, saya iseng bertanya soal air terjun ketiga yang kami lihat namun tak kami temui akses ke sana. Benar saja, menurut warga tersebut, memang sebenarnya air terjun ketiga itu bisa didatangi. Namun mungkin jalannya hilang karena longsor belum lama ini.
Masih menurut warga, masing-masing tingkat air terjun itu mempunyai nama sendiri-sendiri. Onje adalah nama air terjun yang berada di tingkat paling atas.
Sebenarnya, di bawah air terjun bawah masih ada satu lagi tingkat air terjun, hanya saja kami tak melihat adanya jalur menuju ke sana, mungkin tertutup longsor yang kami lihat tak jauh dari lokasi air terjun tengah tempat kami pertama kali sampai. Meski amat sangat takut ketinggian, saya mencoba mengintip dari atas kedalaman air terjun satu lagi (sebut saja air terjun ketiga) tersebut. Sambil dipegangi teman saya, saya mulai menilik ketinggiannya. Kelihatannya lebih tinggi dari kedua air terjun sebelumnya.
Karena tak menemukan jalan ke bawah, kami memutuskan segera pulang. Di tengah jalan kami berpapasan dengan penduduk yang pulang dari mencari kayu bakar. Setelah bertegur sapa, saya iseng bertanya soal air terjun ketiga yang kami lihat namun tak kami temui akses ke sana. Benar saja, menurut warga tersebut, memang sebenarnya air terjun ketiga itu bisa didatangi. Namun mungkin jalannya hilang karena longsor belum lama ini.
Masih menurut warga, masing-masing tingkat air terjun itu mempunyai nama sendiri-sendiri. Onje adalah nama air terjun yang berada di tingkat paling atas.
Dan yang ketiga, yang hanya saya tilik ketinggiannya dari atas, dari area air terjun kedua. Kalo tidak salah namanya curug Growoh, curug Grawah, curug Growong, ato apalah gitu... dan di air terjun ketiga ini, masih menurut cerita warga tadi, terdapat goa-nya yang dinamakan Goa Susu (mendengar kalau ada goa di air terjun ketiga, ada semacam perasaan kecewa karena tidak bisa mendatangi air terjun ketiga tadi). Ya sudahlah... semoga lain waktu Tuhan memberi kesempatan saya untuk datang ke Onje lagi dan menyambangi ketiga air terjunnya.
Begitulah petualangan saya kali ini menyusur belantara Lereng Gunung Ungaran bagian Temanggung. Bagi teman-teman yang menjadi tertarik karena postingan saya ini (eheeemmmm.. hihihihi), boleh datang, sendiri atau ramai-ramai, namun pastikan jangan merusak dan mengotori lingkungan dengan sampah maupun perbuatan tercela lainnya. Buatlah terkenal alam Indonesia, namun tetaplah jaga kelestarian dan keindahannya. Salam Petualang!! Salam Melogic!!













