Sabtu, 01 April 2017

Mongkrong, Kesejukan Air Terjun di Tengah Alam Lereng Merbabu

Hai.. hai. Nggak terasa sudah setahun berlalu sejak terakhir kali posting. Benar-benar blogger yang nggak konsisten. hehehehe... Padahal setahun sejak terakhir posting, saya sudah cukup banyak ngetrip, berpetualang hunting banyu nibo a.k.a air terjun.

Well... lupakan ketidakkonsistenan saya. Kali ini saya akan mengekspose sebuah air terjun yang belum banyak dikenal orang, jangankan orang luar negeri, orang dalam negeri, bahkan deket-deket daerah situ pun belum tahu. Oke, biar pada tahu dan semakin terkenal ini tempat, kita mulai saja ceritanya. Let's go...

Air terjun Mongkrong. Sebenarnya belum ada namanya sih air terjun ini, cuma karena si air terjun ini berada di kawasan Desa Mongkrong, dan biar mudah orang-orang nanti mencarinya, maka saya namai saja si banyu nibo ini "Air Terjun Mongkrong". Nggak buruk juga kan?!?

Untuk mencapainya tidak terlalu sulit. Dari jalan raya Semarang-Solo, berkendara sampai ke Desa Klero, Kecamatan Tengaran. Dari arah Semarang, masuk gang pertama sesudah polsek Klero. Dari arah Solo, bisa lewat gang PT Nesia atau bisa juga gang sebelum Polsek Klero (tapi saya tidak tahu rutenya kalau lewat PT Nesia.. ehhehe.. maklum saya lewatnya yang deket Polsek). Setelah masuk gang dekat Polsek Klero, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Mongkrong, sebuah desa paling atas dari jalan yang saya lalui. Sebenarnya tinggal lurus terus saja sejak masuk gang tadi, sampai pentok di Desa Mongkrong, cuma karena ini baru pertama kalinya, jadinya saya berulang kali bertanya pada penduduk. Setelah sekian lama dan sekian penduduk saya tanya, akhirnya sampailah saya dan adik saya ke Desa Mongkrong, yang ternyata sudah masuk di kawasan Kecamatan Ampel, Boyolali. Sebuah pemandangan dari lereng gunung Merbabu yang berbeda dari biasanya, karena biasanya kami melihat pemandangan dari area Kopeng dan Getasan. Sayang, sedikit berkabut di bawah, jadi kami tidak bisa melihat daerah Salatiga dan Boyolali dengan jelas. Oke.. itu tak jadi soal, kita lanjutkan perjalanan mencari air terjun tadi...

Setelah sampai di pinggir Desa Mongkrong, kami bertanya soal keberadaan air terjun ini. Pertama kali saya bertanya keberadaan curug di kawasan Mongkrong ini. Namun raut wajah bingung ditampakkan oleh beberapa penduduk yang saya tanyai. Setelah saya mengganti kata "curug" dengan air terjun, barulah mereka "ngeh" dan menunjukkan keberadaan air terjun tersebut yang mereka kenal dengan nama "pancuran" (padahal dalam benak saya, pancuran itu adalah air yang mengalir melalui sebatang bambu atau sejenisnya). Jadi kesimpulan saya, jangan bertanya keberadaan curug kepada mereka, tapi tanyalah keberadaan air terjun, syukur-syukur pancuran, karena mereka tidak kenal curug (yang sebenarnya adalah kata lain dari air terjun juga sih).

Beberapa kali bertanya, sampailah kami di rumah paling atas dari kawasan Desa Mongkrong. Di sini kami bertanya lagi tentang keberadaan air terjun tersebut. Sang pemilik rumah menunjukkan arah ke air terjun tersebut, namun sayang tidak begitu jelas rutenya. hadeeeehhh... Setelah menitipkan motor pada pemilik rumah tempat kami bertanya (karena memang belum ada lahan parkir komersil), kami mulai menyusur jalanan berbatu.

Menurut penduduk tadi, jalannya lewat samping tower. Oke, kami mulai berjalan dari parkiran menuju tower yang berjarak kira-kira 50 meter (kalo lurus sih deket, tapi ini nanjak, jadi kesannya agak berat). Kami berjalan sampai tower dan mulai bingung karena ada dua jalan di samping tower. Satu agak lurus dan jalannya agak lebar, dan satu daripada jalan, lebih mirip bekas aliran air. Karena tidak yakin dengan jalan yang mirip aliran air sempit, kami memutuskan melanjutkan perjalanan di jalan yang lebar. Namun, sekitar 300 meter berjalan, kami sangsi dengan jalan yang kami lalui. Setelah menimbang-nimbang dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, maka kami memutuskan kembali ke arah tower dan mencoba peruntungan dengan melewati jalan yang mirip bekas aliran air. Dan sepertinya memang ini jalannya... Jadi, karena belum ada penunjuk arah dan tidak jelasnya arahan dari warga kampung, saya sedikit beri penunjuk jalan deh... Dari arah kampung, lewatlah jalan di samping tower yang dekat dengan bambu-bambu sendani. Dan jangan merusak bambu ini, karena ini sengaja ditanam warga untuk bahan kerajinan.

Lewat jalan yang berada di antara bambu dan tower ya.
Setelah melewati tower, kami meneruskan perjalanan mencari si air terjun ini. Karena memang masih belum terkenal, maka wajar jika aksesnya agak susah, penunjuk jalan juga belum ada, dan pengunjung terbatas. Melewati tepi ladang penduduk, masih tenang. Kemudian, melewati jalan setapak gunung di tengah semak-semak dan hutan pinus, saya mulai was-was. Benarkah ini jalannya? Kenapa tak satupun orang kami temui? Tapi jiwa petualang saya (eheemmm) membuat saya pantang untuk menyerah dan berbalik arah untuk pulang. Meski seperti tak ada harapan, kami tetap berjalan. Sing penting yakin!!!

Setelah agak lama berjalan, akhirnya kami bertemu 3 orang pemuda-pemudi yang berjalan dari atas. Saat kami tanyai, ternyata mereka dari pancuran. Betapa senangnya kami bertemu mereka, ternyata ada manusia lain selain kami yang datang, dan bahwa ternyata kami menempuh jalan yang benar. ehehhe.. Setelah agak lama kami berjalan, kami kembali bertemu serombongan anak-anak yang jika dilihat dari pakaiannya yang basah, sepertinya mereka juga habis dari air terjun. Setelah bertanya-tanya sedikit, kami kembali melanjutkan perjalanan. Benar-benar jalan gunung dan masih belum banyak tersentuh tangan manusia, karena jalan yang kami lalui merupakan jalan setapak dimana kiri kanannya adalah semak yang lebih tinggi dari kami. Untung saja kami tak bertemu hewan liar selama perjalanan, atau bahkan hewan jadi-jadian.. hihihihi...

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya sampailah kami di tempat yang dituju....


Berada di ketinggian entah berapa mdpl, suasana masih asri, sejuk, segeeerrrr banget (ya iyalah, namanya juga lereng gunung), cuman sayang agak berkabut, jadi gak bisa lihat puncak Merbabu yang pastinya udah keliatan deket banget. But, it's OK. Tujuan utamanya kan air terjun.

Ketinggian air terjun ini kira-kira 5-8 meter. Nggak terlalu tinggi sih. Debit airnya tidak begitu besar, jadi bisa leluasa mendekati titik jatuhnya air. Di bagian bawah ada semacam tampungan air, sedalam lutut orang dewasa, tapi tidak terlalu lebar, dan di dasarnya berbatu-batu. Tenang, tidak tajam batunya, hanya sedikit licin, jadi harus hati-hati kalo mau "nyemplung" ya. Airnya bening sebening wajahmu... iyaaa.. kamu... hahahah.


Tak banyak memang pengunjung di tempat ini, karena memang belum begitu terekspose. Kami hanya bertemu 4 orang gadis SMP yang asyik bersenda gurau layaknya bidadari yang sedang bermain air di cerita Jaka Tarub, dan dua orang maz-maz pencari rumput yang tengah beristirahat. Dan ternyata, menurut informasi maz-maz tadi, di bagian atasnya masih ada air terjun lagi. Berbekal informasi tersebut, kami memutuskan mencoba menengok air terjun yang lebih atas. Dan, inilah air terjun yang berada tepat di atas air terjun pertama yang kami temui...



Kata maznya tempatnya lebih bagus dari yang pertama tadi. Tapi begitu melihatnya, saya pikir masih lebih bagus yang pertama tadi. Tak lama kami berada di air terjun atas ini, karena kabut tebal mulai naik, dan kami takut kehilangan jalan. Maklum, kami hanya dua orang gadis tanpa pendamping, sementara semua pengunjung termasuk maz pencari rumput tadi sudah duluan turun. Kami bergegas turun, dengan sedikit berlari karena takut kabut makin tebal dan membuat kami tak bisa menemukan jalan pulang. Beruntung setelah agak lama berjalan turun, kami kembali bertemu maz-maz pencari rumput tadi yang tengah beristirahat. Kami konfirmasi soal keindahan air terjun kedua tadi, dan ternyata yang dimaksud maznya lebih indah dari yang pertama adalah satu lagi air terjun yang berada lebih di atas. Jadi 2 tingkat dari air terjun pertama yang kami datangi.

Sepertinya air terjun itu ada 4 tingkat, karena di bawah air terjun pertama yang kami datangi, masih ada air terjun. Namun sayang, kami tak menemukan jalan menuju ke sana. Berbekal informasi dari maz-maz tadi soal air terjun yang paling atas, maka saya menetapkan hati bahwa suatu saat saya akan kembali ke sini untuk menuju air terjun yang paling atas yang katanya paling bagus tadi, tentunya dengan jam datang yang lebih pagi dan di cuaca yang lebih baik agar tidak terkepung kabut. Setelah berpamitan dengan para maz tadi, kami pun berjalan pulang.

Oh iya, sedikit cerita soal ketersesatan kami di awal, ketika kami tersesat, kami malah menemukan semacam kolam kecil di bawah rimbunan pohon bambu. Agaknya ini semacam kolam tampungan air terjun dengan debit air sangat kecil. Namun kolamnya jeerrrrniiiiiiiiiihhh banget. Bahkan ketika kaki kami masuk di air, terlihat seperti nggak berada di dalam air karena saking jernihnya. Tapi mungkin ini hanya aliran air biasa karena tidak terlihat bekas warga memanfaatkan air tersebut. Tapi bolehlah buat sejenak melepas lelah saat tersesat mencari air terjun...


Oke, demikian kisah perjalanan PPC (Para Petualang Cantik) kali ini. Tetap jaga kelestarian, kebersihan, keindahan alam yang kalian datangi ya... Jangan nyampah sembarangan. Jangan corat-coret sembarangan.Biar keindahan alam kita tetap terjaga. Salam Petualang!! Salam MTMA!! Salam melogic!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar